Bawa aku pergi, hujan.
Bawa cintaku pergi, hujan.
Bawa rasa sakitku..
Bawa rasa pedihku..
***
Aku membawakan sebuah payung untuknya yang telah menunggu di pos kampusnya. Ia tersenyum saat aku menghampirinya. Aku berdiri disampingnya, seperti biasa, aku meraih tangannya dan mengecup punggung tangannya, ia tersenyum. Derasnya hujan memaksaku ikut berteduh sebentar. Semua akan baik-baik saja jika ia disini..
***
"Ma, tapikan..." aku menghapus bulir airmata yang tak henti-hentinya jatuh.
"Kamu tau kan? Agama kamu sama Kievano beda. Alystya, kamu harus ngerti. Kalian GAK AKAN BISA MENYATU. TITIK! " mama mengakhiri kalimatnya dengan tajam. Aku meringis menahan rasa sakit di dadaku. Bagaimana bisa? 9 tahun hubunganku berakhir hanya karena satu hal? Hal tabu, hal yang hanya membuat bisu ; agama.
"Tapi, aku sayang sama Kiev ma.. Pa? Aku gak mau misah ama Kiev.. Ma... aku mohon" aku bersujud dibawah kaki mama dan papa. Mengapa aku menjadi sangat berharap? Menjadi sangat takut untuk kehilangannya?
Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Aku meringis! Sakit!
"Kamu itu batu! Gak denger yang dibilang papa mama! Udah dari tahun-tahun kemarin papa ingetin kamu! Udahan aja sama Kiev! Tapi apa? Kamu masih aja Hubungan sama dia! Liat sekarang!! Kamu terlalu sayang sama dia! Kamu terlalu takut buat kehilangan dia! Mulai sekarang lupain dia! Jangan bodoh! Ingat agama kamu! Bukan cinta!" Papa membentakku. Menekankan kata-katanya yang langsung masuk ke rongga dadaku. Langsung membuat nyeri denyut nadiku.
"Pa.... aku... sayang sama Kiev pa... Gak yang lain, aku maunya sama kiev.. just kiev" aku merintih lemah didepan orangtuaku sendiri, seperti anak bayi yang meminta dibelikan mainan. Memalukan!
"Terserah kamu! Pilih mama papa, atau cinta bodoh kamu itu!" Desis papa keji. Airmataku meluruh lagi, YaAllah... aku tak sanggup;''
***
Aku membuka pintu kamarku dengan lemah, masuk kedalamnya. Dan kudapati semua hal yang selamaini membuatku bahagia. : Hubunganku dengan Kiev.
"Alystya - Kievano. 19-09-2013"
Aku melirik sebuah kalender. Tanggal 18-09-2022.
Sudah sejauh ini...
***
Tomorrow!
"Kiev" aku menatapnya serius. Ia tersenyum lalu menatapku.
"Mama... papa..." aku menggantungkan kalimatku.
"Ada apa sayang?" Tanya nya.
"Aku sayang sama kamu Kiev" ucapku lembut. Ia tersenyum
"Aku bahkan lebih dari itu. Aku menyayangimu more more more than anything!" Ia tersenyum. Aku terharu, sungguh. Ia menghentikan acara makan siangnya. Berjongkok di hadapanku.
"Alystya, maukah kau menjadi pendamping hidupku?" Kiev mengambil sebuah benda yang bisa dipastikan apa isinya. Ada perasaan senang, takut, terharu.. dan rasa.. sakit. YaAllah;''
Seisi kantin menatap kami, beberapa dari mereka memberikan tepuk tangan atas kegilaan Kiev. Aku tersenyum haru
"I will be, all that you'll want"
**
Lagi-lagi hujan.
Aku melirik jam di handphoneku.
15.05 (19-09-2022)
Kiev sedang berada disampingku.
Aku melepas jacket yang kukenakan.
"Ayo kita lari!" Ajakku. Kiev menggeleng
"Pake jaket kamu. Nnti kamu sakit. Udah tunggu bntr lagi ya sayang" ia merengkuhku dalam peluknya. Aku terdiam
"Gak mau! Ayokk!" Aku menariknya untuk berjalan ditengah hujan. Ia membuka jacket biru miliknya, lalu menutupi kepalaku dengan itu. Aku meraih jacket itu. Lalu membuangnya sembarang arah. Aku memeluknya. Merasakan hangat tubuhnya. Untuk terakhir kalinya sebelum aku benar-benar pergi.
Aku berjinjit untuk meraih bahunya. Tubuhnya sangat tinggi!
Aku memeluknya.. benar-benar nyaman berada dalam pelukannya. Hujan turun semakin deras!
"Cium aku" pintaku. Ia menggeleng, selama aku berhubungan dengannya, belum pernah ia berani melakukan itu~
"Kamu kenapa sayang?" Tanyanya lalu menenggelamkan kepalaku di dadanya.
"Cium aku sebelum aku pergi dan... gak akan kembali" aku menatap intens matanya.
"Apaan sih? Kamu harus terus disamping aku!" Ucapnya lembut. Aku meraih tengkuknya. Aku menururunkan kepalanya. Dan mulai menciumnya. Ciuman pertama dan terakhirku~
"Janji jangan nakal kalo gak ada aku, ya! Aku sayang kamu" ucapku pelan. Raut wajahnya menjadi marah.
"Sekali lagi aku bilang! Kamu harus tetep ada disamping aku!" Ia merengek. Airmataku jatuh bersama dengan tetes hujan.
"Jangan bilang kayak gitu.. please" ia berjongkok dihadapanku. Aku ikut berjongkok.
"Tapi mama papa aku gak setuju sama kita, sayang." Aku menunduk. Ia merengkuhku dalam peluknya.
"Aku gak bisa kalo tanpa kamu" kiev mengecup keningku.
"Hidupku bersamamu. Lalu matipun, aku ingin denganmu" aku menggores urat nadiku dengan pisau kecil. Kiev meraihnya. Lalu ikut menggoreskan tangannya dengan pisau itu. Lalu menciumku lagi. Membiarkan darah dan cinta kita mati. Membiarkan nafas kita berhenti bersama. Membiarkan hujan menjadi alunan nada kematian terindah. Selamat tinggal!
The end
Komentar