Bagaimana bisa aku bernafas lebih lama? Sementara, tempatku bernafas.. Pergi... tak berbekas..
***
"Aaargh!!!!!" Aku menjerit frustasi, semua! semua yang kulihat tampak menyakitkan, pandanganku buram, rumahku kini lebih mirip seperti tempat sampah. Aku duduk bersandar pada sisi kanan Kasurku, sekali lagi. Kutatap dengan ngeri sekeliling ruangan. Aku tak menemukan apapun selain bayanganku, dicermin dihadapanku. Aku lebih pantas disebut orang gila saat ini, adakah yang peduli lagi? Selain ia? Yang terlanjur pergi?
***
" Aku merindukanmu, Ashley" suara itu! Aku menatap sekitar, masih sama. Tumpukan sampah, pecahan kaca... dan... Astaga, apa yang kulupakan? Rovy!! Rovy!! Yatuhan!!!
***
Lagi, kecerobohan dan ketololanku membuat masalah lagi, aku lupa Rovy koma sejak beberapa bulan lalu, atas salahku membanting barang dan mengenai kepalanya, ibu macam apa aku ini, tuhan?
***
Kondisi Rovy mulai membaik, tapi jiwaku tak kunjung sembuh sejak 3 bulan lalu. Sejahat apa aku dimasalalu tuhan? Mengapa balasan ini terlalu berat dan menyakitiku? Aku... bahkan tak dapat meyakini bahwa ini nyata.
***
"aku akan menyayangimu hingga aku mati, Ashley" Gyvo memainkan rambutku dan merapikan beberapa anak rambut yang menutupi mataku.
"Aku juga, Bagaimana hidupku jika aku tanpamu, G?" aku meringis membayangkan tanpa seorang Gyvo yang sangat sabar mencintaiku.
"Yah. kau harus tetap hidup kau tau? Tapi jangan gantikan aku dengan pria lain jika aku tak ada!" ekspresinya berubah muram.Sejenak ia menatap dalam-dalam mataku. "aku yang tak akan pernah bisa hidup tanpamu, Ashley"
"Kau bisa mencari wanita lain, G"
"tak ada, hm. jika kau tak disisiku lagi. ada dua kemungkinan, satu. aku akan mati. dan dua. aku akan menderita dulu lalu aku mati, Ashley, kau tahu? hanya kau satu-satunya alasanku untuk tetap bernafas"
"Gyvo aku akan tetap disini, disisimu"
"bisa saja kau mencintai pria lain"
"Yatuhan, tak akan ada lagi. sepertinya aku mulai tak normal, semenjak mencintaimu bertahun-tahun yang lalu. Aku hanya tergiur olehmu. Matamu.. tubuhmu.. bahkan aku tak tertarik pada orang lain, apakah aku masih normal, gyv?" aku mendesah pelan lalu memeluknya lebih dalam lagi. Dadanya adalah tempat ternyaman dan terhangat. aku selalu menyukainya. kapanpun..
"Hah, kurasa kau tak lagi normal" ia mengangguk mengiyakan pernyataanku. aku memukul bokongnya.
Lalu ia tersenyum seduktif "Hei, apakah 3 ronde tadi belum cukup heemh?"
»«»«»«»«
Aku terisak, sungguh. bangun ditengah malam, bangun dari mimpi indah, namun saat kembali ke kenyatan menjadi sebuah mimpi buruk. Ingatanku tetap satu. Mengingatnya lebih dalam lagi. Saat kucoba untuk lebih menahan diri agar tak lagi terisak. tak lagi menyakiti diriku sendiri..
Aku meminum segelas air dan menguncir kuda rambutku. Sebelum aku melihatnya. Tersenyum lalu berjalan mendekatiku. Hei, apa aku gila atau apa?! Baru saja aku bermimpi lalu aku bermimpi lagi?
"Ashley...." ia mendesah lalu duduk disisi kanan kasurku, dan kasurnya juga tentunya. aku melirik ke cermin dan tak melihat apapun. selain aku yang mencari kebingungan.. namun aku melihatnya. disisiku. Entahlah aku gila atau apa! Aku tak peduli! yang kutahu aku sangat merindukanmu, Gyvo Safriawan!
"Apa yang kau takuti, sayang?" Gyvo menarikku, membenamkan wajahku pada dada bidangnya- aku tak bisa berhenti menangis. Harumnya.. bentuknya masih sama. Semua tampak nyata walau kutahu ini hanya imajinasiku yang mulai mendekati gila.
Gyvo menghirup aroma rambutku, ia bilang sangat menyukai wangi Sweet yang kugunakan.
"Fuck off!! pria macam apa kau ini. Aku sangat merindukanmu, shit!" aku memukul-mukul dadanya. ia menahan tanganku seperti biasa, lalu yang dapat kutebak, ia mencium dahiku, mata kanan lalu mata kiriku. Hidung. dan berakhir di tempat yang sering kurasakan dan tempat yang terlalu kurindukan. Aku menikmati ini. Persetan dengan mimpi atau tidak! Aku tak peduli dengan itu. Kalian boleh sebut aku gila. Asal Gyvo masih disini!
"Aku takkan meninggalkan istri cantikku satu-satunya." Ia mengakhiri ciuman kita lalu mengecup sekilas kepalaku.
"Mana Rovy? aku merindukannya." Aku meneguk saliva gugup.
"hey sayang?" Ia menepuk pipiku
"Rovy.... koma... karenaku.." Aku menundukkan kepalaku "Jangan tinggalkan aku lagi, Gyvo.. Aku membutuhkanmu" aku terisak pilu. aku memeluknya seakan tak ada lagi waktu.
"Kau tak menjaga Rovy untukku, Ashley?" Gyvo murung
"Maafkan aku Gyvo.. Ampuni dosaku" aku memeluknya lebih dalam. Lebih menyakitkan lagi. Lebih sesak!
"Kau mengingkari ku Ashley! kau tak menjaga Rovy! kau jahat!" Gyvo melepaskan pelukkannya. aku menangis lalu bersujud agar ia memaafkan segala dosa dan bencinya padaku. yatuhan.. aku tak ingin ia pergi lagi!
"Maaf Ashley, kau mengingkari janjimu"
"G!"
"Ashley, aku benci padamu" lalu ia menghilang...
***
Mertuaku sangat murah hati dan sangat penyayang. Aku tak memiliki keluarga lagi, hanya keluarga Gyvo yang kumiliki
"Bagaimana kabarmu, Ashley?" tanya mama, aku menyebutnya mama.
"Aku masih, seperti ini." Aku tersenyum canggung
"Kau tak boleh berlarut-larut untuk bersedih. Gyvo tak baik-baik saja jika kau bersedih" Mr. Safriawan menepuk bahuku, aku tersenyum getir.
"Ma, apakabar Rovy?" aku mengalihkan wajahku pada Vernisha, ibu mertuaku yang masih tampak cantik walau usianya sudah hampir 60 tahun. Aku tak ingin melihat wajah Ebonard, papa mertuaku yang 80% wajahnya mirip Gyvo. Mata Gyvo lebih mirip Mamanya.
"Rovy baik-baik saja, Ashley. Apa kau masih mau merawat Rovy? atau kita akan mengurusnya sementara, Robny sedang tugas ke Jepang, dirumah hanya ada istrinya dan Ivony. Rovy bisa bermain dengan Ivony, Ashley." Vernisha menatapku dalam. aku mengangguk. aku mengaku, aku belum bisa menjaga anakku sendiri.
"Jangan terlalu larut, Ashley" Ebonard menepuk bahuku. aku tersenyum pahit.
"Yah.. aku hanya masih belum bisa menerima semua ini, Ma, Pa.. Aku sangat mencintai Gyvo"
"Gyvo juga mencintaimu lebih dari itu..."
***
"Ashley.."
"Kembalilah"
"Ashley aku merindukanmu"
"Ashley"
"Momy!"
"mom, can you hear me?'
"Ashley"
"Mommy I love you!"
"Ashley! Aku tak bisa hidup tanpamu.."
"Momy, dad crying again"
"Ashley...."
"Mommyy!!!!!!"
Drap..
Ruangan putih dengan lukisan wajahku dan Gyvo didepan sana. Bunyi mesin yang entah apa namanya berdecit. Memekakan telinga. aku meringis melihat Gyvo yang berteriak-teriak memanggil namaku dan Rovy yang berada dipangkuannya sedang terisak. Aku panik! Apa apaan ini?
"Mommy!!!!!" Gyvo berteriak kencang sedangkan ibu dan papa mertuaku datang dari arah pintu kamar. Mereka tampak panik lalu seorang pria masuk kekamarku. memeriksa tubuhku lalu mengejutkan tubuhku sekali. Gyvo dan Rovy berteriak pilu. Tuhan, aku mati? Tuhan? apa apaan ini? aku berdiri diatas tubuhku lalu mencoba masuk kembali. Tak bisa! Aku menatap mata Gyvo yang membengkak dan terlihat kantung mata besar, ia tak lagi terlihat tampan! ew! Aku melihat Rovy yang memeluk lenganku. Aku melihatnya menangis.
"Ashley kembalilah!!" Gyvo berteriak psakitan. Ia menjambak rambutnya berkali-kali lalu matanya terpejam sepenuhnya. lalu membuka mata lagi.
"Tuhan ampuni dosaku. Maafkan aku, Izinkan aku kembali. aku ingin memeluk suamiku. Anak laki-lakiku. aku janji tak akan menghabiskan uang kerja suamiku lagi. Aku janji tak akan mengatai sekertaris suamiku lagi. aku janji akan bersikap lebih baik. Tapi kembalikan aku pada keluargaku, tuhan. Mereka masih sangat membutuhkanku" aku berdoa dalam hati. Tuhannn... aku tahu kau mendengarku
"Ashley!!!!!" Jerit Gyvo tak tertahan. Dokter mengejutkan benda itu didadaku lagi.
Lagi..
lagi..
Lagi..
Deg.. Deg... Deg...
Aku merasakan bernafas.
Aku merasakan jariku diciumi berkali-kali hingga basah oleh ingus dan liur suami dan anakku. Ew!
aku melihat.
Aku... HEI!
AKU HIDUP LAGI?
HOLLY SHIT!!
Ups- astaga yatuhan! apa benar? Aku menatap bingung. Gyvo dan Rovy tampak lebih bingung.
"Mommy!!!! u alive!!!!" Rovy berteriak girang. Mata birunya terlihat berkaca-kaca. Gyvo mendekatiku. menatap mataku dalam. Lalu menciumku! Sialan! masih ada mama dan papa mertuaku! masih ada dokter! berani-beraninya dia! lihat saja!
»«»«»«»
Apakah kau tahu aku gila karenamu? Apakah kau akan peduli?
"Jadi, aku koma setengah tahun lalu?" Aku meneguk saliva lalu bergelung didalam selimut bersama Rovy dan suamiku tercinta tentunya, diluar sedang turun salju, kota New York sangat dingin.
"Yah, seperti yang kau lihat"
"Kau tampak jelek dengan kantung mata itu, G"
"Ah ayolah Ashley, kau yang membuatku tampak seburuk ini" ia mencium bibirku sekilas "Tapi jika kau bangun dan hidup disisiku lagi, aku tak apa mengorbankan apapun yang kumiliki" Gyvo menyingkirkan anak rambut yang menutupi mataku. Astaga. Aku ingat bagaimana mimpi. Eh apa itu mimpi?
"Ey mom? Dad?" Rovy muncul dari balik selimut
"Ya hun?"
"Mom, dont tell dad, yap?" Rovy berbisik. Namun Gyvo masih menguping
"Ok, what hun?"
"Dad crying everyday. Everynight, sst. But, dad said 'dont tell momy, cause.. dad takut dibilang cengeng." But wait... siapa yang mengajari Rovy bahasa campur- aduk seperti ini astaga!
"Hey boy?" Aku mengelus pipinya
"Yep, mom?"
"Siapa yang mengajarimu berbicara dua bahasa sekaligus?"
"Dad mom!"
"Urgh? Gyvo! Motherfucker!!"
"Mom? Apa itu mader-faker?"
"Eh? Hmm bukan apa-apa, sayang." Aku menjawab gugup, astaga tuhan maafkan mulut lancangku ini-_-
"Dad? Apa itu maderfaker?"
"Eng... entahlah. Mungkin ayah tampan hmm?" Gyvo menatap kearahku minta bantuan
"Yay! dad Maderfaker!" Seru Gyvo kegirangan. Aku tertawa. Gyvo meringis melihat aku dan Rovy tertawa. Haha rasakan!
»«»«»«
Bahagia, tentu. Bahagiaku adalah dirimu.
Kau tahu? Mencintaimu adalah sebuah nafas, selalu ada dan terasa walau tak pernah kutahu bagaimana bentuknya.
Tuhan. Kumohon jangan ambil lagi kebahagiaanku.
***
"Aaargh!!!!!" Aku menjerit frustasi, semua! semua yang kulihat tampak menyakitkan, pandanganku buram, rumahku kini lebih mirip seperti tempat sampah. Aku duduk bersandar pada sisi kanan Kasurku, sekali lagi. Kutatap dengan ngeri sekeliling ruangan. Aku tak menemukan apapun selain bayanganku, dicermin dihadapanku. Aku lebih pantas disebut orang gila saat ini, adakah yang peduli lagi? Selain ia? Yang terlanjur pergi?
***
" Aku merindukanmu, Ashley" suara itu! Aku menatap sekitar, masih sama. Tumpukan sampah, pecahan kaca... dan... Astaga, apa yang kulupakan? Rovy!! Rovy!! Yatuhan!!!
***
Lagi, kecerobohan dan ketololanku membuat masalah lagi, aku lupa Rovy koma sejak beberapa bulan lalu, atas salahku membanting barang dan mengenai kepalanya, ibu macam apa aku ini, tuhan?
***
Kondisi Rovy mulai membaik, tapi jiwaku tak kunjung sembuh sejak 3 bulan lalu. Sejahat apa aku dimasalalu tuhan? Mengapa balasan ini terlalu berat dan menyakitiku? Aku... bahkan tak dapat meyakini bahwa ini nyata.
***
"aku akan menyayangimu hingga aku mati, Ashley" Gyvo memainkan rambutku dan merapikan beberapa anak rambut yang menutupi mataku.
"Aku juga, Bagaimana hidupku jika aku tanpamu, G?" aku meringis membayangkan tanpa seorang Gyvo yang sangat sabar mencintaiku.
"Yah. kau harus tetap hidup kau tau? Tapi jangan gantikan aku dengan pria lain jika aku tak ada!" ekspresinya berubah muram.Sejenak ia menatap dalam-dalam mataku. "aku yang tak akan pernah bisa hidup tanpamu, Ashley"
"Kau bisa mencari wanita lain, G"
"tak ada, hm. jika kau tak disisiku lagi. ada dua kemungkinan, satu. aku akan mati. dan dua. aku akan menderita dulu lalu aku mati, Ashley, kau tahu? hanya kau satu-satunya alasanku untuk tetap bernafas"
"Gyvo aku akan tetap disini, disisimu"
"bisa saja kau mencintai pria lain"
"Yatuhan, tak akan ada lagi. sepertinya aku mulai tak normal, semenjak mencintaimu bertahun-tahun yang lalu. Aku hanya tergiur olehmu. Matamu.. tubuhmu.. bahkan aku tak tertarik pada orang lain, apakah aku masih normal, gyv?" aku mendesah pelan lalu memeluknya lebih dalam lagi. Dadanya adalah tempat ternyaman dan terhangat. aku selalu menyukainya. kapanpun..
"Hah, kurasa kau tak lagi normal" ia mengangguk mengiyakan pernyataanku. aku memukul bokongnya.
Lalu ia tersenyum seduktif "Hei, apakah 3 ronde tadi belum cukup heemh?"
»«»«»«»«
Aku terisak, sungguh. bangun ditengah malam, bangun dari mimpi indah, namun saat kembali ke kenyatan menjadi sebuah mimpi buruk. Ingatanku tetap satu. Mengingatnya lebih dalam lagi. Saat kucoba untuk lebih menahan diri agar tak lagi terisak. tak lagi menyakiti diriku sendiri..
Aku meminum segelas air dan menguncir kuda rambutku. Sebelum aku melihatnya. Tersenyum lalu berjalan mendekatiku. Hei, apa aku gila atau apa?! Baru saja aku bermimpi lalu aku bermimpi lagi?
"Ashley...." ia mendesah lalu duduk disisi kanan kasurku, dan kasurnya juga tentunya. aku melirik ke cermin dan tak melihat apapun. selain aku yang mencari kebingungan.. namun aku melihatnya. disisiku. Entahlah aku gila atau apa! Aku tak peduli! yang kutahu aku sangat merindukanmu, Gyvo Safriawan!
"Apa yang kau takuti, sayang?" Gyvo menarikku, membenamkan wajahku pada dada bidangnya- aku tak bisa berhenti menangis. Harumnya.. bentuknya masih sama. Semua tampak nyata walau kutahu ini hanya imajinasiku yang mulai mendekati gila.
Gyvo menghirup aroma rambutku, ia bilang sangat menyukai wangi Sweet yang kugunakan.
"Fuck off!! pria macam apa kau ini. Aku sangat merindukanmu, shit!" aku memukul-mukul dadanya. ia menahan tanganku seperti biasa, lalu yang dapat kutebak, ia mencium dahiku, mata kanan lalu mata kiriku. Hidung. dan berakhir di tempat yang sering kurasakan dan tempat yang terlalu kurindukan. Aku menikmati ini. Persetan dengan mimpi atau tidak! Aku tak peduli dengan itu. Kalian boleh sebut aku gila. Asal Gyvo masih disini!
"Aku takkan meninggalkan istri cantikku satu-satunya." Ia mengakhiri ciuman kita lalu mengecup sekilas kepalaku.
"Mana Rovy? aku merindukannya." Aku meneguk saliva gugup.
"hey sayang?" Ia menepuk pipiku
"Rovy.... koma... karenaku.." Aku menundukkan kepalaku "Jangan tinggalkan aku lagi, Gyvo.. Aku membutuhkanmu" aku terisak pilu. aku memeluknya seakan tak ada lagi waktu.
"Kau tak menjaga Rovy untukku, Ashley?" Gyvo murung
"Maafkan aku Gyvo.. Ampuni dosaku" aku memeluknya lebih dalam. Lebih menyakitkan lagi. Lebih sesak!
"Kau mengingkari ku Ashley! kau tak menjaga Rovy! kau jahat!" Gyvo melepaskan pelukkannya. aku menangis lalu bersujud agar ia memaafkan segala dosa dan bencinya padaku. yatuhan.. aku tak ingin ia pergi lagi!
"Maaf Ashley, kau mengingkari janjimu"
"G!"
"Ashley, aku benci padamu" lalu ia menghilang...
***
Mertuaku sangat murah hati dan sangat penyayang. Aku tak memiliki keluarga lagi, hanya keluarga Gyvo yang kumiliki
"Bagaimana kabarmu, Ashley?" tanya mama, aku menyebutnya mama.
"Aku masih, seperti ini." Aku tersenyum canggung
"Kau tak boleh berlarut-larut untuk bersedih. Gyvo tak baik-baik saja jika kau bersedih" Mr. Safriawan menepuk bahuku, aku tersenyum getir.
"Ma, apakabar Rovy?" aku mengalihkan wajahku pada Vernisha, ibu mertuaku yang masih tampak cantik walau usianya sudah hampir 60 tahun. Aku tak ingin melihat wajah Ebonard, papa mertuaku yang 80% wajahnya mirip Gyvo. Mata Gyvo lebih mirip Mamanya.
"Rovy baik-baik saja, Ashley. Apa kau masih mau merawat Rovy? atau kita akan mengurusnya sementara, Robny sedang tugas ke Jepang, dirumah hanya ada istrinya dan Ivony. Rovy bisa bermain dengan Ivony, Ashley." Vernisha menatapku dalam. aku mengangguk. aku mengaku, aku belum bisa menjaga anakku sendiri.
"Jangan terlalu larut, Ashley" Ebonard menepuk bahuku. aku tersenyum pahit.
"Yah.. aku hanya masih belum bisa menerima semua ini, Ma, Pa.. Aku sangat mencintai Gyvo"
"Gyvo juga mencintaimu lebih dari itu..."
***
"Ashley.."
"Kembalilah"
"Ashley aku merindukanmu"
"Ashley"
"Momy!"
"mom, can you hear me?'
"Ashley"
"Mommy I love you!"
"Ashley! Aku tak bisa hidup tanpamu.."
"Momy, dad crying again"
"Ashley...."
"Mommyy!!!!!!"
Drap..
Ruangan putih dengan lukisan wajahku dan Gyvo didepan sana. Bunyi mesin yang entah apa namanya berdecit. Memekakan telinga. aku meringis melihat Gyvo yang berteriak-teriak memanggil namaku dan Rovy yang berada dipangkuannya sedang terisak. Aku panik! Apa apaan ini?
"Mommy!!!!!" Gyvo berteriak kencang sedangkan ibu dan papa mertuaku datang dari arah pintu kamar. Mereka tampak panik lalu seorang pria masuk kekamarku. memeriksa tubuhku lalu mengejutkan tubuhku sekali. Gyvo dan Rovy berteriak pilu. Tuhan, aku mati? Tuhan? apa apaan ini? aku berdiri diatas tubuhku lalu mencoba masuk kembali. Tak bisa! Aku menatap mata Gyvo yang membengkak dan terlihat kantung mata besar, ia tak lagi terlihat tampan! ew! Aku melihat Rovy yang memeluk lenganku. Aku melihatnya menangis.
"Ashley kembalilah!!" Gyvo berteriak psakitan. Ia menjambak rambutnya berkali-kali lalu matanya terpejam sepenuhnya. lalu membuka mata lagi.
"Tuhan ampuni dosaku. Maafkan aku, Izinkan aku kembali. aku ingin memeluk suamiku. Anak laki-lakiku. aku janji tak akan menghabiskan uang kerja suamiku lagi. Aku janji tak akan mengatai sekertaris suamiku lagi. aku janji akan bersikap lebih baik. Tapi kembalikan aku pada keluargaku, tuhan. Mereka masih sangat membutuhkanku" aku berdoa dalam hati. Tuhannn... aku tahu kau mendengarku
"Ashley!!!!!" Jerit Gyvo tak tertahan. Dokter mengejutkan benda itu didadaku lagi.
Lagi..
lagi..
Lagi..
Deg.. Deg... Deg...
Aku merasakan bernafas.
Aku merasakan jariku diciumi berkali-kali hingga basah oleh ingus dan liur suami dan anakku. Ew!
aku melihat.
Aku... HEI!
AKU HIDUP LAGI?
HOLLY SHIT!!
Ups- astaga yatuhan! apa benar? Aku menatap bingung. Gyvo dan Rovy tampak lebih bingung.
"Mommy!!!! u alive!!!!" Rovy berteriak girang. Mata birunya terlihat berkaca-kaca. Gyvo mendekatiku. menatap mataku dalam. Lalu menciumku! Sialan! masih ada mama dan papa mertuaku! masih ada dokter! berani-beraninya dia! lihat saja!
»«»«»«»
Apakah kau tahu aku gila karenamu? Apakah kau akan peduli?
"Jadi, aku koma setengah tahun lalu?" Aku meneguk saliva lalu bergelung didalam selimut bersama Rovy dan suamiku tercinta tentunya, diluar sedang turun salju, kota New York sangat dingin.
"Yah, seperti yang kau lihat"
"Kau tampak jelek dengan kantung mata itu, G"
"Ah ayolah Ashley, kau yang membuatku tampak seburuk ini" ia mencium bibirku sekilas "Tapi jika kau bangun dan hidup disisiku lagi, aku tak apa mengorbankan apapun yang kumiliki" Gyvo menyingkirkan anak rambut yang menutupi mataku. Astaga. Aku ingat bagaimana mimpi. Eh apa itu mimpi?
"Ey mom? Dad?" Rovy muncul dari balik selimut
"Ya hun?"
"Mom, dont tell dad, yap?" Rovy berbisik. Namun Gyvo masih menguping
"Ok, what hun?"
"Dad crying everyday. Everynight, sst. But, dad said 'dont tell momy, cause.. dad takut dibilang cengeng." But wait... siapa yang mengajari Rovy bahasa campur- aduk seperti ini astaga!
"Hey boy?" Aku mengelus pipinya
"Yep, mom?"
"Siapa yang mengajarimu berbicara dua bahasa sekaligus?"
"Dad mom!"
"Urgh? Gyvo! Motherfucker!!"
"Mom? Apa itu mader-faker?"
"Eh? Hmm bukan apa-apa, sayang." Aku menjawab gugup, astaga tuhan maafkan mulut lancangku ini-_-
"Dad? Apa itu maderfaker?"
"Eng... entahlah. Mungkin ayah tampan hmm?" Gyvo menatap kearahku minta bantuan
"Yay! dad Maderfaker!" Seru Gyvo kegirangan. Aku tertawa. Gyvo meringis melihat aku dan Rovy tertawa. Haha rasakan!
»«»«»«
Bahagia, tentu. Bahagiaku adalah dirimu.
Kau tahu? Mencintaimu adalah sebuah nafas, selalu ada dan terasa walau tak pernah kutahu bagaimana bentuknya.
Tuhan. Kumohon jangan ambil lagi kebahagiaanku.
Komentar