Menjadi bagian dari hidup seseorang, adalah hal terbaik yang pernah ada.
"Nisaaaa!" Seseorang meneriakan namaku dengan lantang. Aku sontak melongok kearah ruang tamu, dimana pintu utama berada, dan disana dia..
"Nish!" Panggilnya sekali lagi. Aku memutar bola mata dan mengangkat alisku. tanda bahwa aku menjawab 'apa?'
"Anak lo ye, emang demen banget bikin masalah ama anak gue kenapa sih." Ia merengut, aku ingin buru-buru menyemprotnya dengan bumbu bumbu dapur jika ia bukan sahabatku.
"Raxy ngapain anak lo lagi sih emangnya?" Aku mematikan kompor dan mengajaknya duduk dipantry. Ia meneguk habis gelas terdekat. "Gini." Katanya sebelum mulai cerita. "Tadi kan iel mau minta boncengan tuh sama anak lo, eh malah ditinggalin. Kan jadi nangis anak gue didepan rumah." Jelasnya, aku terkekeh, yang kemudian mendapatkan satu jitakan dari Mutia.
"Setan emang, gak emak gak anak sama sama setannya." Ia melotot kearahku, aku semakin geli "iya nanti gue marahin Raxy, terus Daniel gimana tuh?" Aku penasaran, bagaimanapun juga anaku adalah penyebab kerusuhan pagi ini.
"Dianter ayahnya, untungnya pas banget Rizzy shift siang dan siap nganter."
"Sama, Leonard juga dapet shift siang, lagi tidur noh orangnya gak bangun bangun. Capek katanya" aku mulai cerita tentang rutinitasku lagi padanya, tinggal menunggu satu lagi partner kami, dan we'll become complete.
Tak lama setelah aku berbincang tentang ini dan itu dengan Mutia. Putri datang dengan baby Keila, aku menyambutnya. Membiarkan Putri meletakan Keila di baby box yang jauh-- tapi tetap dalam jangkauan, kami mulai lagi rutinitas pagi yang selalu terjadi setiap hari ini.
"Keila suka rewel kalo malem kenapa ya, pusing gue" Putri mulai duduk disampingku, aku tertawa.
"Waktu lagi 5-8 bulan malah gue gak bisa tidur tiap malem. Nangis mulu gue sampe ikutan nangis saking stressnya sama Raxy. Untungnya L siap sedia tiap saat hahaha" aku menimpali, dijawab lagi oleh Mutia. "Ehehe gue sih emang kalo malem bangun ehehehe" ia tertawa dengan senyum mesum-- khasnya, aku tertawa kencang dan Putri menatapnya dengan tatapan dasar-geblek-udah-tua-masih-mesum-aja-sih-lo.
Ya, haha beginilah. Aku tak pernah mengira kami akan sampai ditahap ini.
Aku sudah bersama mereka sejak topik curhatan kami adalah tentang
Kenapa dia gak bales sms gue?
Gue mulai suka sama--
Gue... patah hati.
Ke tahap curhat tentang
Anjir pusing bener skripsi gue ga kelar kelar ini gimana
Mak gue minta gue cepet kawin mulu pusing:(
Gue belum nemu yang tepat..
Sampe sekarang topik bahasan kita adalah.
Anak gue kok...
Anak gue udah bisa baca anjir how lucky i am!
Anak gue ribut sama blok sebelah mak nya tadi ribut depan rumah gue.
Suami gue...
Nyebelin banget sih anak kecil begini.
Yes, that we are. Kita telah bersama sekian lama-- berpisah cukup lama dan kini akhirnya mimpi masalalu kami terealisasi, punya rumah berdekatan-- dan keep in touch setiap hari.
Aku tak pernah membayangkan ini sebelumnya, tetap berada dekat dengan semua yang kubutuhkan selama ini. Menikah dengan pria yang kutunggu sekian lamanya, melihat Mutia dapat bersama dengan Rizzy dan melihat Putri bahagia dengan pilihanya meski sempat macet-macet dan bingung akan pilihan, tapi here we are-- tahap yang paling nyaman dan menyenangkan untukku.
Kami, seperti keluarga besar.
Rizzy, Leonard, dan Athan adalah pria yang tak saling kenal. Namun seiring berjalannya waktu, mereka malah bersahabat dan lebih erat daripada aku, Mutia, dan Putri.
Terkadang, jika kami memiliki waktu senggang bersamaan, kami akan menghabiskan waktu bersama. Membuat makan malam, anak anak bermain ditaman belakang dan membiarkan para pria bermain playsation dengan tenang.
Usia memang tak lagi muda, tapi dengan mereka.. aku masih merasa bahwa jiwa 17 tahunku tetap disini.
Bahagia... sangat bahagia.
"Lo nyengir nyengir sendiri lagi mikir mesum ye?" Putri menoyor kepalaku. Menyadarkanku dari lamunan.
"Iya, palingan lagi bayangin yang semalem. Udah ketebak lo tuh" kata Mutia sok tahu, aku memukul keduanya dengan bantal.
"Kampret bener, hahahahaha" aku tertawa keras. Begitu juga dengan mereka.
Siangnya, aku sudah berdiri didepan pintu, menunggu L berangkat bekerja, mencium tangannya dan membiarkan ia memelukku-- lalu ia berjanji akan pulang secepatnya untuk melanjutkan hal yang tertunda hahaha! Sial tebakan Mutia tadi memang benar.
L masuk ke Alphard miliknya sambil melambai kearahku, aku berjalan menuju pagar, dan mendapati Mutia yang juga sedang melambai pada Rizzy yang melaju didepan L.
"Hi" sapaku. Ia tersenyum lebar, kami sama-sama mengambil tas didalam dan sama sama menunggu Putri.
"Ready to go, ladies?" Ia membuka kaca mobilnya, kami berteriak ala gadis High school dan bergegas menuju sekolah dimana anak anak kami belajar.
Aku menunggu dengan Mutia dan Putri didepan pintu gerbang saat melihat Raxy dan Daniel berjalan mengiringi Elisa, gadis kecil milik Putri tersebut masih saja menjadi bahan rebutan putraku dan putra Mutia.
"El, nanti aku minta mommy beliin kamu ice cream, gimana?" Aku mendengar putraku, Raxy menawarkan sesuatu padanya. Dijawab sinis oleh Daniel. "No! Aku minta mamaku beliin kamu dua El, gimana?" Tawar Daniel. Elisa tertawa tawa. "Ibuku akan membelikanku lima!" Katanya mengejek Raxy dan Iel.
"Kalo aku minta mommy enam, pasti aku kena jitak" kata Daniel lesu.
"Aku juga" sahut Raxy.
Aku tertawa geli. Ketiga anak itu menggemaskan sekali[]
FIN
Komentar