Ahh, fall in love, right?
My heart, feel warm and ache in the same time. Why?
Everytime i do throwback, everytime i think-- and learn the lesson from my past, i see them.
The happiness that i couldn't ever replace. The happiness that i got, whether i just lucky, or whatever; at least i have know how it feels, to being loved.
Sakit, ya? Iya sih. Kadang sebagai wanita-- aku sendiri sering sekali merasa not attractive enough, dan menutup diri, memang aku akan terlihat semangat dan ingin memperluas pertemanan, dengan siapapun. Tapi semakin seseorang mendekat, nah.
Seperti sebuah radar, aku diperintahkan untuk mundur, tak akan mencoba lagi.
Entah aku yang terlalu paranoid, atau memang aku sudah benar-benar payah dalam hal jatuh cinta?
Terlalu banyak perhitungan yang kupikirkan 'what if' adalah mayoritas dari akar pikiranku ketika aku mencoba, merasakan, atau mendapatkan jatuh cinta.
Rasanya menyebalkan, seperti kau ingin sekali berenang tapi kau punya alergi dengan air atau kau takut pada air.
Melihat air seperti indah, tapi menyentuhnya bisa membuatmu mati, membuatmu perih. Seperti itulah yang kurasakan.
Aku... seperti mencari.. dan terus mencari hingga akhirnya aku tak tahu lagi, tak ingin lagi mengeksekusi si a, maupun si b.
Kriteria-- bukan, maksudku; pria yang kusuka rata-rata adalah pria dengan open minded. Seseorang yang punya imajinasi tentang plato dan teorinya. Seseorang yang mencintai sciene fiction genre dengan seluruh hidupnya, seorang pria yang mampu bercerita tentang betapa kecilnya butiran pasir dan juga betapa konyolnya masa kecil. Seseorang yang bukan hanya 'lets hang out' atau 'i know a good movie this week' no. I don't need that. Aku butuh sandaran (walaupun aku akan menjadi rapuh karenanya) tapi tak apa.
Rasa hampa ini seakan terus meledeku sepanjang masa, membuatku kesal tak terhingga setiap harinya.
Bagaimana bisa semua orang dengan mudah mendapatkan cintanya sedangkan aku sulit?
Ya, salahku sendiri mencari pria yang hampir perfect diantara ribuan laki-laki yang kebanyakan hanya melihat wajah bukan isi hati, atau pikirannya.
Jika dengan penampilan, jelas. Aku adalah nilai D. Aku tak punya apa-apa dari tampilan yang bisa kubanggakan. Berat tak ideal, tinggi kurang. Dan i'm not a big fan of make up. So bye.
Aku sudah menyerah duluan, padahal seharusnya aku bertarung dan memperbaiki tampilanku.
Tapi kenapa aku tak mau?
Ssh, aku merinding tiba-tiba bayangan masalaluku kembali.
Bagaimana tangannya menggengam erat milikku, dengan. Atau tanpa kecantikanku (walau sebenarnya aku tak punya sama sekali)
Bagaimana senyumnya yang lebar terbuka ketika disisiku, jelas tak terbayarkan.
Benar, perasaan bahagia tak pernah bisa diganti dengan uang. Perasaan datang dengan sendirinya, bisa saja pergi. Bisa saja kembali.
Aku jadi mengandai-andai. Mengingat ingat lagi, kebetulan. Beberapa hari kedepan adalah tepat 3 tahun hubunganku dengannya, seharusnya. Dan juga, 2 tahun yang lalu ia berhasil melepasku, melangkah berjauhan.
Jujur saja, rasanya masih sangat sulit, rasanya setiap bangun tidur aku akan tetap merasa sakit, hal yang bahkan sudah dua tahun terlewat, dua tahun kulewati tanpanya, tapi rasanya masih sama.
Aku masih menatapnya dengan perasaan berdebar dan bunga. Percikan percikan api seakan memancar dari buku buku jariku.
Rasanya masih baru kemarin aku selalu punya superhero, pria dalam gelap dan terangku. Selalu ada dalam jatuh dan bangunku, mendorong semangat dan memeluk ketika aku hilang arah.
Semua masih menghangat, semua masih membekas. Tak kusangka hal tersebut sudah hilang sejak dua tahun lalu.
Perasaan milikku masih sebanyak dulu, ditambah rasa menyesal yang amat sangat karena selalu membuatnya sedih. Aku menyayanginya, lebih dari sekedar kekasih untuk membagi cinta.
Ia hidup, ia bergerak dan bermakna. Seperti yang selalu kubilang, ia adalah yang terindah dari yang paling indah sekalipun.
Dan, sekarang bagaimana caranya aku keluar dari perasaan tak berujung?
Karena aku tak mengerti lagi.
Karena bagiku, pintu itu tertutup.
Dan aku akan terkurung didalam sini selamanya.
H-3 OUR 3RD ANNIVERSARY.
Komentar